OLEH: SUPARDI HARDY*)
LEBARAN lagi. Lebaran selalu menjadi momen istimewa. Bukan hanya bagi umat Muslim saja. Namun, juga umat agama lain. Terutama di Indonesia. Setelah sebulan penuh menjalankan ibadah puasa, hari kemenangan ini bukan sekadar perayaan. Mesti juga menjadi ajang refleksi, silaturahmi, dan momentum untuk menata ulang kehidupan dengan semangat baru.
Ramadan mengajarkan banyak hal. Mulai kesabaran, pengendalian diri, hingga empati terhadap sesama. Ketika Lebaran tiba, momen ini menjadi waktu tepat untuk merenung. Apa yang telah kita pelajari selama sebulan terakhir? Apakah benar sudah menjadi pribadi lebih baik? Apakah nilai-nilai yang kita latih selama Ramadan akan terus kita pertahankan setelahnya?
Dalam perspektif psikologi sosial, refleksi ini dapat dikaitkan dengan pentingnya pembelajaran melalui pengalaman dan observasi. Bulan Ramadan memberikan pengalaman langsung bagi umat Muslim untuk melatih pengendalian diri dan berbagi dengan sesama, yang pada akhirnya diharapkan membentuk kebiasaan yang positif.
Sebagai seorang wartawan, saya melihat bagaimana Ramadan dan Lebaran bukan sekadar peristiwa rutin keagamaan. Namun, juga fenomena sosial yang menggambarkan esensi solidaritas dan kebersamaan. Berbagai kisah inspiratif tentang berbagi, kepedulian, dan pengorbanan muncul dalam liputan-liputan selama bulan suci ini, yang mengingatkan bahwa nilai-nilai kemanusiaan harus terus kita rawat, bahkan setelah Ramadan berlalu.
Salah satu tradisi yang tak terpisahkan dari Lebaran adalah silaturahmi. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, cara bersilaturahmi telah mengalami perubahan. Kemajuan teknologi membuat komunikasi semakin mudah. Tetapi apakah silaturahmi virtual mampu menggantikan makna mendalam dari pertemuan fisik?
Menurut teori media richness, komunikasi tatap muka tetap memiliki keunggulan dalam menyampaikan makna dan emosi dibandingkan komunikasi berbasis teks atau video call. Namun demikian, di era digital, kita harus beradaptasi dengan berbagai bentuk komunikasi agar tetap dapat menjaga hubungan dengan keluarga dan sahabat.
Saya percaya bahwa teknologi hanyalah alat. Yang terpenting adalah bagaimana kita memanfaatkannya untuk tetap menjaga hubungan dengan keluarga dan sahabat. Meskipun tidak semua orang dapat bertemu secara langsung, yang lebih utama adalah keikhlasan dalam menyambung tali persaudaraan.
Tidak bisa dipungkiri, kemajuan teknologi juga menghadirkan momen-momen lucu dalam tradisi Lebaran. Jadi hiburan tersendiri di tengah kondisi kekinian. Contohnya, keponakan yang mengirimkan pesan “Mohon maaf lahir dan batin” dengan fitur auto-correct yang mengubahnya menjadi “Mohon maaf lahir di Banten”. Atau, betapa serunya seorang kakek yang kali pertama menggunakan video call saat ditelepon cucunya. Harus berteriak-teriak keras agar suaranya terdengar lebih jelas.
Harapan Baru Pasca-Lebaran
Lebaran juga menjadi momen harapan baru. Setelah sebulan penuh menjalani latihan spiritual, banyak dari kita berharap untuk menjadi pribadi yang lebih baik, lebih peduli, dan lebih berkontribusi bagi masyarakat. Bagi kami di dunia media, ini juga menjadi momen refleksi untuk terus menyajikan informasi yang berkualitas, inspiratif, dan membawa perubahan positif.
Dalam teori motivasi Abraham Maslow, kebutuhan akan aktualisasi diri berada di puncak piramida. Lebaran sering kali menjadi titik balik bagi banyak orang untuk mulai menjalankan kehidupan yang lebih bermakna. Baik dengan meningkatkan kualitas ibadah, memperbaiki hubungan sosial, maupun meningkatkan kontribusi terhadap masyarakat.
Di tengah tantangan dunia digital yang semakin cepat, kami berkomitmen untuk menghadirkan berita yang tidak hanya informatif, tetapi juga membangun nilai-nilai kebersamaan dan kebaikan. Harapannya, semangat Lebaran ini tidak hanya bertahan sehari dua hari, tetapi terus menginspirasi sepanjang tahun.
Diakui, kelesuan ekonomi yang melanda berbagai sektor industri tidak luput berdampak pada dunia media pers. Dalam beberapa tahun terakhir, tantangan demi tantangan harus dihadapi oleh perusahaan media. Mulai dari menurunnya pendapatan iklan, pergeseran konsumsi berita ke platform digital, hingga ketidakpastian ekonomi nasional dan global yang semakin memperburuk keadaan.
Industri media telah lama mengandalkan pendapatan dari iklan. Namun, dalam kondisi ekonomi yang lesu, banyak perusahaan atau instansi pemerintahan mengurangi anggaran iklan mereka. Tak ayal, hal itu menyebabkan media harus mencari sumber pendapatan lain. Sebab, keseimbangan antara biaya produksi dan pendapatan menjadi faktor penentu keberlangsungan suatu perusahaan media.
Selain itu, perubahan perilaku konsumen juga menjadi tantangan tersendiri. Generasi muda lebih banyak mengonsumsi berita melalui media sosial dibandingkan membaca portal berita konvensional. Algoritma platform digital seperti Facebook, Instagram, TikTok, dan Google semakin mendominasi distribusi berita, membuat media pers harus beradaptasi dengan cara baru dalam menjangkau audiens. Demikian juga KabarBaik.co.
Dalam teori komunikasi massa lama, konsep “agenda-setting” menyatakan bahwa media memiliki kekuatan untuk membentuk opini publik. Namun, kini di era digital ini, peran tersebut tampaknya mulai digantikan oleh agregator berita dan influencer yang memiliki jangkauan luas di media sosial. Hal ini memaksa media pers untuk lebih kreatif dalam menyajikan berita agar tetap relevan dan menarik bagi pembaca.
Di tengah keterbatasan, banyak cerita menarik yang muncul dari dunia pers. Ada jurnalis yang harus bekerja dengan anggaran minim tetapi tetap menghasilkan laporan investigasi berkualitas tinggi. Ada pula media kecil yang justru berkembang pesat karena mampu menemukan ceruk pasar yang unik, seperti jurnalisme berbasis komunitas atau konten niche yang tidak diliput oleh media besar.
Di sisi lain, ada juga kisah-kisah lucu yang terjadi di tengah adaptasi teknologi. Misalnya, seorang reporter yang melakukan siaran langsung tetapi tiba-tiba terdistraksi oleh efek filter yang membuat wajahnya berubah menjadi karakter kartun. Atau editor senior yang harus belajar menggunakan fitur TikTok agar bisa mengikuti tren digital.
Meskipun tantangan yang dihadapi berat, ada optimisme bahwa media pers akan terus beradaptasi dan bertahan. Dengan inovasi yang tepat, strategi bisnis yang fleksibel, dan tetap berpegang pada prinsip jurnalisme yang berkualitas, media pers masih memiliki peluang besar untuk berkembang.
Peran media sebagai pilar keempat demokrasi tetap krusial. Terutama dalam menyajikan informasi yang kredibel dan melawan arus berita palsu (hoaks). Karena itu, inovasi dan kolaborasi menjadi kunci dalam memastikan industri ini tetap hidup dan berkembang.
Kelesuan ekonomi memang memberikan tantangan besar. Tapi, seperti yang selalu terjadi dalam sejarah, media pers akan terus menemukan cara untuk bertahan dan berkembang. Mohon doanya selalu untuk KabarBaik.co agar terus bertumbuh dan tetap dapat menebar kebermanfaatan.
Selamat Idul Fitri 1446 H, mewakili seluruh staf dan redaksi, kami mohon maaf lahir dan batin. Semoga Lebaran ini membawa keberkahan, kebahagiaan, dan semangat baru bagi kita semua, serta bertemu kembali di Ramadan dan Lebaran mendatang. (*)
) SUPARDI HARDY, Direktur Utama KabarBaik.co