KabarBaik.co- Di banyak daerah, terutama dalam budaya Jawa dan masyarakat Asia Tenggara, dikenal suatu pengalaman mengerikan saat tidur, tubuh terasa lumpuh, tak bisa bergerak, sulit berbicara, bahkan bernapas, seolah ada sesuatu yang menindih dada. Fenomena ini dikenal luas dengan sebutan ketindihan. Dalam cerita rakyat, ini sering dikaitkan dengan kehadiran makhluk halus yang duduk di dada seseorang saat tidur.
Masyarakat dulu percaya bahwa sosok yang menindih itu bisa berupa hantu wanita, bayangan hitam, atau makhluk tak kasat mata lainnya. Beberapa orang yang pernah mengalami bahkan mengaku melihat sosok menyeramkan di sudut kamar, atau merasa ada tangan tak terlihat yang mencekik leher mereka. Kisah-kisah semacam ini memperkuat keyakinan bahwa pengalaman tersebut bukan sekadar mimpi buruk biasa, melainkan gangguan dari alam gaib.
Namun, dalam sudut pandang medis, pengalaman ini dikenal dengan istilah kelumpuhan tidur (sleep paralysis). Secara ilmiah, ini merupakan kondisi ketika seseorang terjaga sebagian dari tidur, tetapi otaknya masih berada dalam fase tidur lelap (REM), sementara tubuh belum bisa bergerak karena masih “terkunci” dalam sistem pertahanan tidur alami. Dalam fase ini, otak bisa menghasilkan halusinasi yang sangat nyata, termasuk perasaan tertekan di dada atau kehadiran makhluk lain di sekitar.
Yang menarik, fenomena ini tak hanya muncul di Indonesia. Dalam sejarah, kasus serupa pernah dicatat dalam jurnal medis Eropa ratusan tahun lalu, di mana pasien merasa ada makhluk duduk di atas tubuhnya saat ia tak mampu bergerak. Bahkan di beberapa negara Asia Tenggara, kasus sleep paralysis ekstrem pernah dikaitkan dengan kematian mendadak dalam tidur (Sudden Unexplained Nocturnal Death Syndrome/SUNDS), terutama pada pria muda dari etnis tertentu. Dalam kepercayaan masyarakat Hmong di Laos, kematian tersebut dikaitkan dengan roh jahat bernama dab tsog yang menindih dada korban.
Berbagai studi mengungkap bahwa sleep paralysis bisa dipicu oleh kurang tidur, stres berat, trauma psikologis, atau gangguan kecemasan. Pada sebagian besar kasus, ketindihan tidak berbahaya secara fisik, tetapi sensasi yang ditimbulkannya bisa sangat menakutkan.
Halusinasi saat mengalami ketindihan seringkali terasa begitu nyata karena melibatkan bagian otak yang mengatur emosi, seperti amigdala. Ketika tidak ada stimulus nyata yang menjelaskan rasa takut itu, otak secara otomatis menciptakan skenario menyeramkan—seperti kehadiran sosok gaib—untuk mengisi kekosongan persepsi.
Ketindihan adalah contoh menarik bagaimana batas antara dunia nyata dan mistis menjadi kabur dalam kesadaran manusia. Meski sains memberikan penjelasan rasional tentang kelumpuhan tidur, kepercayaan budaya tentang makhluk halus masih tetap kuat dan diwariskan lintas generasi. Mitos tentang “setan penindih” menjadi bagian dari warisan spiritual dan kearifan lokal yang, hingga kini, masih diyakini banyak orang. Maka tak heran, meski logika bisa memahami apa yang terjadi, rasa takut akan sesuatu yang tak terlihat tetap melekat dalam pengalaman pribadi yang sulit dilupakan.