KabarBaik.co- Tragedi berdarah yang menimpa Brigadir Esco Faska Rely, sekarang ini menjadi kisah paling dramatis di balik seragam korps Bhayangkara. Kepolisian. Awalnya dikira bunuh diri. Namun, perlahan-lahan lapisan misterinya terkuak. Jadi kisah kelam tentang cinta, keluarga, dan sumpah yang terkhianati.
Cerita bermula 24 Agustus 2025. Warga Dusun Nyiur Lembang, Desa Jembatan Gantung, Kecamatan Lembar, Lombok Barat, NTB, digegerkan dengan temuan jasad di kebun belakang rumah yang dihuni Brigadir Esco bersama sang istri, Briptu Rizka Sintiyani. Leher mayat itu terikat tali, tergeletak di sisi sebuah pohon. Membusuk. Wajahnya nyaris tak bisa dikenali.
Terungkap, mayat itu Brigadir Esco yang sebelumnya menghilang. Kabar pun cepat menyebar. “Bunuh diri.” begitu bisik awal yang beredar. Namun, keluarga korban merasa janggal. Ada tanda-tanda kekerasan di tubuh sang Brigadir. Bekas benturan benda tumpul dan luka di leher yang tak lazim bagi orang yang mengakhiri hidupnya sendiri.
Desakan keluarga agar polisi menyelidiki lebih dalam pun memicu perubahan arah penyidikan. Demikian juga warganet. Dalam hitungan hari, dugaan bunuh diri berubah menjadi dugaan pembunuhan.
Brigadir Esco dari kesatuan Intelkam. Bertugas di Polsek Sekotong. Ia dikenal jarang bicara banyak, tapi loyal kepada tugas. Di usia 31 tahun, Esco telah memiliki dua anak. Berusia 7 tahun dan 2 tahun.
Istrinya, Briptu Rizka, anggota polisi wanita (Polwan) yang bertugas sebagai Bhabinkamtibmas di wilayah binaan, tak jauh dari rumahnya. Usianya masih 28 tahun. Dikenal energik, disegani warga karena mudah bergaul. Sepintas, rumah tangga mereka tampak normal. Tapi, di balik itu, hubungan keduanya rupanya telah renggang.
Penyelidikan panjang yang melibatkan Polda NTB dan Polres Lombok Barat akhirnya menuntun pada satu nama atas kematian Brigadir Esco: Briptu Rizka Sintiyani, yang masih berstatus istri sah korban dan ibu dua orang anak mereka.
Hasil digital forensik, keterangan saksi, dan jejak komunikasi menjadi titik terang. Polisi menyebut Rizka berada di lokasi kejadian pada waktu yang sama ketika kematian Esco terjadi. Ia pun akhirnya ditetapkan sebagai tersangka utama pembunuhan suaminya sendiri.
Penetapan ini menjadi babak baru yang mengejutkan banyak pihak. Publik yang awalnya berempati pada duka Rizka, kini melihatnya dalam sorotan berbeda. Sosok keji di balik kematian sang brigadir.
Sejak kabar penetapan tersangka itu muncul, dua spekulasi besar berkembang di publik. Pertama, motif ekonomi. Brigadir Esco disebut memiliki utang bank hingga ratusan juta rupiah. Dalam dugaan ini, Rizka diduga berupaya menutupi beban ekonomi keluarga dengan cara ekstrem. Mengatur kematian suaminya seolah-olah bunuh diri agar utang otomatis lunas,
Kedua, cinta dan pengkhianatan. Versi lain yang berkembang luas di media sosial menyebut adanya orang ketiga. Disebutkan, saat Brigadir Esco sedang piket, Briptu Rizka dikabarkan membawa pria lain ke rumahnya. Nah, Brigadir Esco yang curiga, meminta izin pulang lebih awal ke atasannya, dengan alasan izin menjenguk orang tuanya yang sakit.
Pukul 16.00 WITA, bukan 20.00 seperti biasanya, Brigadir Esco sudah muncul di rumah. Ia pun disebut memergoki sesuatu yang tak seharusnya. Dalam kepanikan dan amarah, terjadilah pertengkaran hebat yang berujung tragis.
Namun, hingga kini polisi menegaskan bahwa motif dalam permbunuhan Brigadir Esco adalah persoalan ekonomi, bukan asmara. Tentu, kebenaran finalnya, publik baru akan mengetahui ketika perkara sudah disidangkan di pengadilan.
Awalnya, publik hanya mengenal satu nama tersangka. Namun gelar perkara besar pada Rabu (15/10/2025) malam mengubah segalanya. Polisi menetapkan empat tersangka baru. Yakni, Amaq Siun dan Nuraini, ayah dan ibu Briptu Rizka. Lalu, Deni (adik Briptu Rizka), serta Pauzi, sahabat dekat keluarga. Mereka semua memiliki satu kesamaan darah dan kedekatan.
Empat nama itu kini resmi menyandang status tersangka, setelah penyidik menemukan bukti keterlibatan dalam menyembunyikan jejak kejahatan. Dua di antaranya disebut polisi sebagai Mr X, sosok yang membantu memindahkan jasad Brigadir Esco dari tempat pembunuhan ke kebun belakang rumah, tempat mayatnya ditemukan itu. Sementara yang lain berperan menutupi kejadian dan memberikan keterangan palsu.
Di antara yang paling mengejutkan, Amaq Siun, ayah Briptu Rizka. Beberapa kali diminta keterangan polisi, ia tidak mengaku. Digertak-gertak sekalipun. Bahkan, dalam sebuah wawancara media, pria yang dipanggil Pak Haji itu sempat bersumpah di depan publik dan media: “Demi Allah, saya tidak terlibat dalam pembunuhan itu.”
Namun sumpah itu kini berbalik arah, menjadi simbol “sumpah keluarga” yang retak, ketika kebenaran justru berlawanan dengan janji di depan Tuhan.
Dalam konferensi pers kemarin, polisi menyebut bahwa motif kuat pembunuhan ini adalah perselisihan ekonomi. Cekcok soal uang hingga konflik memuncak dan mengubah rumah tangga aparat negara menjadi arena kematian.
Briptu Rizka kini dijerat Pasal 340 KUHP (pembunuhan berencana), Pasal 338 KUHP (pembunuhan), serta Pasal 44 ayat 3 UU Penghapusan KDRT. Sementara keempat tersangka baru disangkakan Pasal 55 dan 56 KUHP (pembantuan kejahatan) dan Pasal 221 KUHP (menyembunyikan pelaku kejahatan).
Kisah tragis ini belum berakhir. Berkas perkara tengah disiapkan untuk dilimpahkan ke kejaksaan. Publik masih menunggu, apakah motif ekonomi benar satu-satunya alasan ataukah ada rahasia cinta lain yang belum sepenuhnya terungkap. Yang jelas, kasus ini meninggalkan pesan kelam bahwa di balik seragam, sumpah, dan keluarga, ada sisi gelap manusia yang bisa menelan segalanya.
“Rahasia Cinta dan Sumpah Keluarga Brigadir” bukan sekadar kisah kriminal. Ia adalah potret tragis tentang cinta yang berubah menjadi dendam, dan keluarga yang kehilangan arah di antara uang, kehormatan, dan kebohongan. (*)






